jump to navigation

Pakarangan di Desa Singengu, Kotanopan November 15, 2014

Posted by Cut Nuraini in Permukiman Mandailing.
Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , ,
add a comment

Tulisan ini sudah dipubilkasikan dalam Jurnal Forum Teknik, Fakultas Teknik UGM

Cut Nuraini1, Achmad Djunaedi2, Sudaryono2, T.Yoyok W. Subroto2

1 Mahasiswa Program Doktor Jurusan Arsitektur & Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta

2Jurusan Arsitektur & Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta

Abstract

     A yard in Singengu Village has a difference meaning with a yard in general. Pakarangan or yard in Singengu Village comprises of side area and front area of Bagas(house). It means that the backside area is not a yard. Pakarangan does not has variety vegetation as many house  yard, except decorated plant like flower. The objective of this research is to find out pakarangan concept, factors influenced its concept and, what the meaning of pakarangan phenomenon.

     This research used phenomenological paradigm with naturalistic approach and inductive-kualitatif analysis methode. The results of this research are Pakarangan comprises of alaman (space in front of bagas), pamispisan (space besides of bagas) and taruma bagas (space underneath of bagas). The backspace of the house is not part of pakarangan but it is a separate space called parik. The concept of pakarangan is based on Mandailing cosmology’s belief about Banua Partoru (bottom world). Parik is considered to Banua Partoru, therefore parik is not a part of pakarangan. The meaning of pakarangan in Singengu village is the whole of bagas area except parik.

Keyword : Pakarangan, Alaman, Bagas, Parik, Banua Partoru

1. Pendahuluan

Desa Singengu di Mandaling Julu secara administrasi termasuk bagian dari kelurahan Pasar Kotanopan, kecamatan Kotanopan, kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Singengu adalah desa pertama di Mandailing Julu yang didirikan oleh nenek moyang marga Lubis. Desa-desa di Mandailing Julu ditandai dengan adanya kelompok-kelompok marga. Saat ini, ada tiga marga dominan di desa Singengu, yaitu Lubis, Dalimunthe dan Nasution. Ada juga beberapa marga lain yang merupakan marga pendatang, yaitu Batubara dan Tanjung. Desa ini merupakan desa tempat asal marga Lubis, yang dikembangkan oleh Si Langkitang, generasi ke tujuh dari Angin Bugis, nenek moyang orang Mandailing yang diyakini berasal dari Bugis, Sulawesi Selatan (Grandtour, 2010).

Secara sepintas, tidak ada yang menarik saat memasuki desa Singengu. Rumah-rumah penduduknya sudah banyak menggunakan bahan modern, seperti bata walaupun sebagian besar masih dalam bentuk rumah panggung. Fenomena menarik mulai terasa apabila masuk desa ini semakin ke dalam. Ada banyak kelompok rumah yang membentuk pola yang sama, yaitu saling berhadapan dan tidak menghadap ke jalan utama. Setiap rumah hampir tidak memiliki halaman. Bagian belakang rumah yang satu saling berhimpitan dengan bagian belakang rumah yang lain. Apabila ada rumah yang memiliki halaman belakang, tidak ada aktifitas spesifik di area tersebut. Area samping rumah juga sangat sempit dan tidak ada batas yang jelas antara satu halaman rumah dengan halaman rumah lainnya. Sebagian besar halaman rumah-rumah tersebut tidak ditanami vegetasi.

Menurut warga desa Singengu, rumah-rumah dulu memiliki halaman yang disebut alaman walaupun sempit. Pada waktu desa semakin padat, dibutuhkan dalan (jalan) untuk mobilisasi sehingga sebagian alaman-alaman rumah dijadikan jalan. Area samping rumah yang disebut pasmispisan (halaman yang terletak di samping kiri dan kanan rumah), juga ada yang berubah menjadi jalan, tetapi area belakang rumah tidak ada yang menjadi jalan.

Menurut keterangan warga setempat semua area rumah dan sekitarnya disebut pakarangan (pekarangan), kecuali area belakang rumah. Hal ini menarik untuk diteliti, karena pemahaman warga desa Singengu tentang sebuah pekarangan ternyata berbeda dengan pengertian pekarangan pada umumnya. Sejumlah fenomena ini memunculkan pertanyaan (1) seperti apa konsep pakarangan di desa Singengu; (2) latar belakang apa yang mendasari terbentuknya konsep pakarangan dan (3) apa makna/ hakekat di balik fenomena pakarangan tersebut ?

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengungkapkan gejala-gejala empiri sensual tentang pakarangan (pekarangan) di desa Singengu, latar belakang yang mendasari terbentuknya konsep tersebut, dan makna/ hakekat di balik fenomena tersebut.

2. Fundamental

Masyarakat daerah Mandailing memiliki kepercayaan bahwa alam ini terbagi atas tiga bagian atau disebut dengan Banua (Sujatmoko, 1999:35). Sistem kepercayaan ini dianut sebelum Islam masuk ke daerah Mandailing. Kosmologi Banua tersebut, adalah :

a.  Banua Parginjang (dunia atas), yaitu dunia tempat sang pencipta, Datu Natumompa Tano Nagumorga Langit (dilambangkan dengan warna putih);

b. Banua Partonga (dunia tengah), yaitu dunia tempat manusia menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari (dilambangkan dengan warna merah);

c.  Banua Partoru (dunia bawah), yaitu dunia tempat manusia yang sudah meninggal atau disebut juga dunia roh (dilambangkan dengan warna hitam)

Kosmologi tiga dunia, yaitu Partoru, Partonga dan Parginjang diterjemahkan oleh masyarakat Mandailing dalam membangun rumah-rumah huniannya. Rumah diangkat kedudukannya dari tanah (dunia bawah) karena dunia bawah dianggap sebagai tempat manusia yang sudah meninggal dan daerah yang nista atau kotor. Oleh karena itu, bangunan tempat tinggal mereka merupakan rumah panggung.

bersambung ….